Friday, July 13, 2012

Tears on My First Hijab by Riski Kusumasari


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh… Kenalin nama saya Kiki, 22 tahun, seorang mahasiswa Ekonomi di universitas negeri di Solo. Tertarik dengan posting di FB tentang share pengalaman memakai hijab, saya berinisiatif untuk berbagi dengan ukhti-ukhti sekalian. Ini ada foto pertama saya ketika memutuskan untuk berhijab dan hijab itu saya peroleh dari Ibu.

Saat itu saya duduk di bangku kelas 3 di sebuah SMA negeri ternama di Solo. Dari banyak kegiatan yang saya ikuti, sakah satunya adalah kajian Islami atau pengajian di masjid sekolah. Tergerak hati ini setiap mendengar ayat Al-Quran yang artinya “ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya..” (Q.S. An Nuur:31) Subhanallah..sungguh kita sebagai kaum wanita benar-benar dijaga oleh Allah.



Moment itu terjadi di sore hari di rumah pujaan hati saya, sebut saja dia NDA. Dari perbincangan hangat di sore itu, dia mengatakan, “Coba kamu berjilbab, maka akan jauh lebih cantik” Sontak hati saya tersentuh dan menetes air mata saya. “Kenapa kok nangis?” tanya dia. “Ga apa-apa, kaget sama omongan kamu” jawabku. Lalu dia beranjak masuk ke kamar ibunya untuk mengambil jilbab dengan motif bunga berwarna pink itu. Awalnya saya menolak dan malu-malu karena saat itu ibunya juga sedang satu ruangan bersama kami. Setelah cukup tenang, saya mulai memasangkan hijab di kepala saya. Subhanallah, bertambah deras air mata ini. Saya melihat ada air mata menggantung di mata NDA dan ibunya. Ya Allah betapa saya ingin memeluk mereka, mengungkapkan betapa bahagianya saya punya mereka. Setelah itu NDA bilang, “Jangan pernah dilepas ya jilbabnya” ditambahkan lagi oleh ibunya, “Itu jilbabnya buat mbak Kiki aja, dipake ya Nak” Memang terkesan sinetron banget, tapi benar itu yang terjadi. Tapi itu tidak semulus yang saya kira. Pulang dari rumah NDA saya diantar olehnya dan Ibu. Jilbab saya pakai hingga tiba di rumah. Sontak mamaku kaget melihat saya pulang dengan “dandanan” seperti itu. Setelah Ibu dan NDA pulang, mama mulai mengajak saya bicara. Beliau menanyakan kenapa penampilan saya seperti itu dan saya menceritakan semua. Saya terkejut ketika mama mengatakan, “Pake jilbabnya nanti aja kalo udah mau nikah, lagi pula kamu sekarang kan juga masih aktif nari, masa meh lepas jilbab” astaghfirullah..kecewa hati saya.. memang saat itu saya aktif menari di sabuah sanggar, tapi bukan jawaban itu yang saya harapkan dari beliau yang notabene ibu kandungku. Keesokan harinya saya harus ke Semarang untuk ikut UM dan saya memutuskan untuk berjilbab. Teman-teman saya kala itu juga kaget sekaligus senang saya “mengikuti” mereka berjilbab. Awalnya saya merasakan panas dan gerah, tapi saya harus bisa karena seterusnya jilbab ini juga akan selalu ada di kepala saya. Sepulangnya dari sana, saya semakin mantap untuk berjilbab. Saat foto buku kenangan dan ketika wisuda SMA saya mengenakan jilbab. Keluarga dan teman-teman mulai mendukung saya. Berbekal pengetahuan yang minim tentang berjilbab, saya semakin rutin ikut pengajian apalagi sekarang mulai banyak muncul komunitas muslim yang lebih dikenal dengan Hijabers, semakin memperluas silaturahmi sekaligus berbagi ilmu tentang Islam. Sekarang Alhamdulillah sudah tahun keempat saya memakai jilbab. Sungguh luar biasa, setelah berjilbab hal-hal yang saya takutkan ternyata tidak terjadi. Seperti dulu waktu berjalan ada yang menggoda, sekarang tidak lagi. Ketakutan sulit mendampatkan pekerjaan juga tidak lagi, nyatanya sekarang banyak lembaga syariah baik bank maupun instansi yang bisa “menampung” wanita berjilbab untuk bekerja. Namun tidak jarang saya ditolak bekerja hanya karena berjilbab dan mereka menawarkan posisi yang tinggi asal saya mau melepas jilbab saya, tapi itu tidak saya lakukan. Tak apa sekarang memang belum rezeki untuk bekerja dan rezeki saya masih bisa meneruskan pendidikan S1 di universitas negeri di Solo. Itulah singkat cerita tentang awal saya berjilbab, semoga apa yang saya ceritakan tidak hanya sebagai bahan untuk mengisi buku tentang pengalaman berhijab tapi juga berbagi cerita tentang bagaimana usaha saya untuk meyakinkan hati saya dan orang-orang di sekitar bahwa berjilbab itu tidak harus menunggu moment tertentu atau usia tertentu, tapi sejak lahir pun wanita sudah diwajibkan menutup auratnya. Memang perlu ada “sentilan” untuk kita bergerak dan mari semakin dimantapkan hati kita untuk TIDAK melepasnya hingga hembusan nafas terakhir kita.Jazakumullah Ukhti-Ukhti berkenan menerima cerita saya. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

No comments:

Post a Comment